Sewaktu di Madrasah aku tidak pernah mengambil waktu untuk berfikir tentang masa hadapan atau tepatnya mahu jadi apakah aku selepas itu. Kini waktu yang mahal itu pun berlalu lantas menyimpan seribu penyesalan. Lirih hati mengenang kembali detik waktu yang kini jauh ditinggalkan buat selamanya. Kebetulan aku memang dilahirkan dari keluarga yang susah. Apa sangatlah ertinya sebuah kehidupan. Diri sendiri pun diadun segala rasa rendah diri. Pun begitu perasaan itu tidak sepatutnya bertamu dalam sanubari yang kini hanya mampu menganyun langkah yang singkat menuju mahligai impian.
Nak kata menyesal mungkin ya...terbit fajar dihati rasa syukur walau seadanya untuk tetap mara kehadapan merakit segala waktu demi mencapai impian.Memang istana hati selalu saja rasa resah bahkan terkadang merasa kurang puas dengan anugerah ilahi. Ya rabb, bimbinglah aku untuk sentiasa bersyukur atas segala nikmatMu. Beberapa tahun hidupku di Kota Jakarta ibarat seorang musafir yang faqir, diriku tidak ada apa-apa bahkan hanya untuk makan juga terkadang sulit. Pun begitu kasih sayang Allah yang mengemgam hati manusia selalu saja membantu saat sulit ku. Pernah suatu ketika, aku menangis sepuas-puasnya. Khabar dari kampung amat menyedihkan. Arwah datuk ku telah meninggal dunia dan aku diminta untuk pulang padahal pengajian ku sedang semester akhir.
Akhirnya aku tetap juga harus pulang. Hanya tuhan saja yang tahu rintih hatiku. Meninggalkan kuliah dan kota tempat aku berkelana saban hari. ahhh macet...makan nasi goreng diwaktu malam. hiruk pikuk kota hanya irama kehidupan. Sepanjang perjalanan pulang aku hanya berteman dengan sepi ku. Ada gadis kecil yang mulai terasa hati....menitis air mata saat aku pamit untuk pulang...yang akhirnya tidak kembali lagi ke rumah sewa ku. Pak Toyo guru teranum ku yang baik hati..malangnya aku tak sempat belajar sepenuhnya. Ku tinggalkan kalian dalam cebisan kenangan kehidupan.
Dalam kapal aku masih termenung panjang...seluas lautan masih tidak menenangkan hati ku yang resah. Menjelang senja aku bertamu di pinggiran kapal mengulit sepoi angin hanya sekadar untuk mendamaikan resah dihati. Untung saja ada ramai teman seketika. maklum atas kapal. Berlepas dari pelabuhan Tanjung Periok amat melegakan. samseng, calo atau tepatnya peraih tiket hanya membuat nafas menjadi sesak. Tapi mereka harus merebut segala peluang yang ada demi meyambung hayat kehidupan. Hidup dikota besar menyebabkan manusia menjadi rakus, tamak dan tidak berperi kemanusiaan. Beberapa tahun hidup di Jakarta membuat aku menjadi tahu erti hidup.
Betapapun kulukiskan keagungan Mu dengan deretan huruf, kekudusan Mu tetap meliputi semua arwah Engkau tetap yang maha Agung, sedang semua makna akan lebur, mencair, ditengah keagungan Mu. Wahai Rabb ku. (petikan bait syair Dr Aidh Abdullah Al-Qarni) bersambung)
Nak kata menyesal mungkin ya...terbit fajar dihati rasa syukur walau seadanya untuk tetap mara kehadapan merakit segala waktu demi mencapai impian.Memang istana hati selalu saja rasa resah bahkan terkadang merasa kurang puas dengan anugerah ilahi. Ya rabb, bimbinglah aku untuk sentiasa bersyukur atas segala nikmatMu. Beberapa tahun hidupku di Kota Jakarta ibarat seorang musafir yang faqir, diriku tidak ada apa-apa bahkan hanya untuk makan juga terkadang sulit. Pun begitu kasih sayang Allah yang mengemgam hati manusia selalu saja membantu saat sulit ku. Pernah suatu ketika, aku menangis sepuas-puasnya. Khabar dari kampung amat menyedihkan. Arwah datuk ku telah meninggal dunia dan aku diminta untuk pulang padahal pengajian ku sedang semester akhir.
Akhirnya aku tetap juga harus pulang. Hanya tuhan saja yang tahu rintih hatiku. Meninggalkan kuliah dan kota tempat aku berkelana saban hari. ahhh macet...makan nasi goreng diwaktu malam. hiruk pikuk kota hanya irama kehidupan. Sepanjang perjalanan pulang aku hanya berteman dengan sepi ku. Ada gadis kecil yang mulai terasa hati....menitis air mata saat aku pamit untuk pulang...yang akhirnya tidak kembali lagi ke rumah sewa ku. Pak Toyo guru teranum ku yang baik hati..malangnya aku tak sempat belajar sepenuhnya. Ku tinggalkan kalian dalam cebisan kenangan kehidupan.
Dalam kapal aku masih termenung panjang...seluas lautan masih tidak menenangkan hati ku yang resah. Menjelang senja aku bertamu di pinggiran kapal mengulit sepoi angin hanya sekadar untuk mendamaikan resah dihati. Untung saja ada ramai teman seketika. maklum atas kapal. Berlepas dari pelabuhan Tanjung Periok amat melegakan. samseng, calo atau tepatnya peraih tiket hanya membuat nafas menjadi sesak. Tapi mereka harus merebut segala peluang yang ada demi meyambung hayat kehidupan. Hidup dikota besar menyebabkan manusia menjadi rakus, tamak dan tidak berperi kemanusiaan. Beberapa tahun hidup di Jakarta membuat aku menjadi tahu erti hidup.
Betapapun kulukiskan keagungan Mu dengan deretan huruf, kekudusan Mu tetap meliputi semua arwah Engkau tetap yang maha Agung, sedang semua makna akan lebur, mencair, ditengah keagungan Mu. Wahai Rabb ku. (petikan bait syair Dr Aidh Abdullah Al-Qarni) bersambung)
0 comments:
Post a Comment