Di kejauhan ini kami sebagai rakyat menatap siri pembohongan oleh kerajaan BN di Perak, Nyata sekali pihak Polis sudah menjadi alat pemerintah untuk mempertahankan sebuah kerajaan haram oleh Najib dan kawan-kawanya. Malang sekali bagi Baginda Sultan jika tidak berupaya untuk menyelesaikan krisis ini demi rakyat jelata. Membubarkan DUN saya fikir adalah jalan yang terbaik untuk menikmati sebuah kerajaan yang aman waima pun BN yang menang atau Pakatan yang menguasai kerajaan . Suara rakyat juga yang keramat. Raja adil raja disembah..raja zalim raja disangah.
Thursday, October 29, 2009
Monday, October 26, 2009
Pemimpin Sarawak Zaman dahulu..........
Charles Vyner Brooke bertanggungjawab menyerah Sarawak kepada pemerintahan Pejajah Colonial British.
Raja Muda yang mengerti hati dan perasaan Rakyat kebanyakan Sarawak, namun ia tetap seorang anak penjajah.
Allahyarham...Rosli Dhobi berkorban nyawa yang tiada galang gantinya demi sebuah perjuangan memerdekakan tanah air, Sarawak yang tercinta.
Pemain utama dalam era pembentukan Malaysia. Sarawak merdeka bersama Malaysia. Tiada Sarawak dan sabah tiada malaysia.
Pejuang kemrdekaan Sarawak, Beliau selama hayatnya membenci pejajah.
Pejuang zaman dulu. Barisan pemuda Sarawak.
Tawi Sli..Ketua Menteri Sarawak yang kedua.
Bintulu...dan Kampung Jepak.
Indah ya..pemandangan sebuah kampung Nelayan.Kampung Jepak Bintulu. Walaupun Bintulu sebuah bandar gergasi Minyak Negara..
Damai dalam era 60an.
Tak jauh bezanya dari awal 70an
Kapal penambang. Punca rezeki orang kampung Jepak
Yang terindah dari Nya.
Sunday, October 25, 2009
Ahli Nuklir Iran Raib, Operasi Intelijen?
Seorang ilmuwan nuklir Iran, Shahram Amiri raib secara misterius ketika menunaikan umrah. Amerika Serikat dituding berada di balik hilangnya sang ilmuwan. Arab Saudi turut diminta bertanggung jawab atas kasus ini, sebagai pelayan dua kota suci.
Bulan Juni silam, seorang lelaki biasa dari Iran, menunaikan ibadah umrah di Masjidil Haram. Tak berbeda, lelaki itu seperti para lelaki Iran umumnya yang banyak datang untuk melaksanakan ibadah umrah. Tapi rupanya, dia adalah seorang yang sangat penting dan vital bagi Iran. Lelaki itu, satu di antara ilmuwan penting yang terlibat dalam pengembangan teknologi nuklir di Iran. Namanya, Shahram Amiri, dan sejak melaksanakan umrah dia raib bak di telan bumi. Tak ada kabar rimbanya. Hilangnya Amiri, kini menjadi skandal internasional yang dituntut untuk segera diselesaikan.
Beberapa bulan setelah hilangnya Amiri, tepatnya pada bulan September, muncul pemberitaan besar. Bahwa di kota Qom, Iran sedang mengembangkan fasilitas teknologi nuklir. Badan Atom Dunia (IAEA) yang dipimpin oleh Mohammad el Baradei mengungkapkan, fasilitas nuklir yang dibangun di dekat kota Qom, dan terletak di dalam sebuah gunung, 160 km ke arah Selatan kota Teheran. Konon, fasilitas ini oleh Presiden Mahmoud Ahmadinejad diberi nama Miskat, yang berarti lentera.
Penjelasan resmi Amerika Serikat tentang fasilitas nuklir Iran yang dibangun di dalam gunung ini dijelaskan, didapat melalui berbagai sumber intelijen, dan sebagian besar adalah satelit mata-mata. Tapi tak dijelaskan lebih detil, apakah sumber intelijen yang beragam tersebut termasuk agen-agen yang ada di lapangan atau tidak.
Tak terlalu susah menghubungkan terkuaknya fasilitas nuklir ini dengan hilangnya, Shahram Amiri yang tengah melakukan ibadah umrah di Arab Saudi. Banyak kalangan pemerhati masalah nuklir dunia percaya, Amiri bukan menghilang begitu saja. Ilmuwan nuklir Iran ini telah diculik dan dihilangkan dengan sengaja.
Menteri Luar Negeri Iran, telah mengeluarkan statemen yang sangat keras, menuding Amerika Serikat berada di balik peristiwa hilangnya sang ilmuwan yang aktif dalam program dan memiliki hubungan khusus dengan petinggi militer Iran.
Menteri Luar Negeri Iran, Manouchehr Mottaki, mengadukan hilangnya ilmuwan nuklirnya saat umrah kepada Perserikatan Bangsa-bangsa.
Kontan saja Amerika Serikat menolak tudingan Mottaki. Statemen Menteri Luar Negeri Iran tersebut, dikatakan sebagai pernyataan yang tidak berdasar. Jeffrey D Feltman, asisten sekretaris Biro Urusan Timur Dekat Amerika Serikat, di Dubai membantah pernyataan Mottaki.
“Kami tak tahu apapun tentang person yang dimaksudkan. Amerika Serikat sama sekali tidak terlibat dan kami berharap bahwa Iran membuat pernyataan-pernyataan yang tanpa berbasiskan fakta,” ujar Feltman kepada wartawan di Dubai. Dalam jumpa persnya, Feltman mengatakan bahwa Amerika Serikat akan meyakinkan negara-negara Teluk bahwa, negaranya tidak terlibat atas hilangnya ilmuwan nuklir Iran tersebut.
Selain menuding Amerika Serikat terlibat, Iran juga meminta pemerintahan Arab Saudi memberikan jawaban atas hilangnya sang ilmuwan. Tapi sampai hari ini, belum ada jawaban dan penjelasan yang diberikan oleh pemerintahan Arab Saudi. Di Teheran, hampir setiap hari keluarga Shahram Amiri menggelar demonstrasi di depan Kedutaan Arab Saudi. Tuntutan yang disampaikan adalah, Arab Saudi memberikan penjelasan atas peristiwa ini.
Jurubicara Kementerian Luar Negeri Iran, Hasan Qashqavi menerangkan, sampai berita ini diturunkan, belum ada kiriman jawaban dari Arab Saudi atas pertanyaan Iran. Maka jangan disalahkan jika muncul desas-desus, bahwa Arab Saudi juga terlibat atas hilangnya Shahram Amiri. Setidaknya, pemerintahan Arab Saudi sebagai penjaga dua kota suci diminta untuk menjamin keselamatan orang-orang yang sedang melaksanakan ibadah umrah di Makkah al Mukaramah.
Namun berkembang juga rumor, hilangnya Amiri karena motiv pembelotan sang ilmuwan. Meir Javedanfar, seorang analis Timur Tengah yang berbasis di Israel, mengajukan teori Amiri berniat menawar dan menjual informasi nuklir Iran pada dunia Barat, wabil khusus Amerika. Pemilihan waktu ibadah umrah sengaja dipilih agar, pemerintahan Arab Saudi bisa dipersalahkan atas hilangnya ilmuwan yang mengetahui seluk beluk pembangunan fasilitas nuklir iran ini.
Shahram Amiri adalah ilmuwan peneliti nuklir di Malek Ashtar University. Sebuah universitas yang disebut oleh PBB dikenalikan oleh pasukan Garda Revolusi Iran. Pada 31 Mei 2009, melakukan perjalanan umrah ke Makkah. Kontak terakhir dengan istrinya, dilakukannya dari Madinah pada 3 Juni 2009. Dalam perbincangan di telepon, Amiri menceritakannya pengalamannya ditanyai cukup detil oleh pihak keamanan bandara Arab Saudi ketika masuk ke negara tersebut. “Dia ditanyai lebih dari penumpang-penumpang lainnya,” ujar sang istri seperti dikutip kantor berita Iran, ISNA. Setelah itu, Amiri hilang, seperti raib ditelan bumi.
Belajar dari Perang Irak
“Arab Saudi turut bertanggung jawab atas situasi ini, dan kami menduga Amerika Serikat terlibat dalam penangkapannya,” tandas Menlu Iran, Mottaki. Meski sampai hari ini, semua yang dinyatakan Iran dianggap masih spekulasi, namun tuduhan tersebut bukan tanpa pengalaman.
Belajar dari Perang Irak 2003, terjadi kasus besar penghilangan, bahkan pembunuhan atas intelektual dan ilmuwan Irak. Dr Ismail Jalili, salah seorang ilmuwan Irak pernah memaparkan kondisi dan situasi buruk yang menimpa para ilmuwan Irak. Presentasi ini dibuat oleh Dr. Jalili dalam acara Madrid International on the Assissinations of Iraqi Academics pada 23 sampai 24 April 2006 silam.
Bahkan dalam presentasinya Dr. Jalili menerangkan, pembunuhan tidak saja terjadi pada para akademikus, ilmuwan dan profesor yang menjadi target. Tapi operasi Mossad ini juga membunuh anggota keluarga yang bersangkutan dan tidak termasuk dalam studi yang dipaparkan dalam konferensi di Madrid tersebut. Hingga hari ini operasi pembunuhan para intelektual masih terus berlangsung tanpa ada perhatian dari dunia internasional.
Pada pekan terakhir bulan April 2006, Dr. Jalili menerangkan, di Mosul ada kampanye besar-besaran yang entah diorganisasi oleh siapa, dalam demonstrasi para demonstran menuntut agar para doktor, ilmuwan dan para pakar untuk meninggalkan Irak. Padahal, sebelum invasi ke Irak yang dilakukan oleh Amerika, hal ini belum pernah terjadi.
Tak hanya pembunuhan dan pengusiran, para ilmuwan yang dianggap netral pun mengalami tekanan yang tidak kalah beratnya. Mereka diculik, disiksa dan diancam agar tidak mengikuti kegiatan dan kelompok agama manapun. Dalam presentasinya Jalili meminta agar UNESCO melakukan tindakan dan melindungi nasib para intelektual dan para profesional. Komisi Tinggi Hak Asasi Manusia Internasional juga diminta untuk melakukan intervensi.
Nasib yang diterima oleh para intelektual dan scientist tak banyak menjadi perhatian, termasuk oleh media, baik nasional maupun internasional. Jalili mengimbau agar bantuan segera diberikan, jika tidak, hidup para intelektual ini akan terancam dan keberlangsungan pendidikan di Irak pun, juga akan terancam.
Dalam sebuah laporan yang ditulis oleh Aljazeera, setidaknya Mossad bertanggung jawab atas kematian 530 ilmuwan Irak yang juga terlibat dalam rencana pembangunan senjata nuklir di negeri 1001 malam. Menumpang invasi militer Amerika di Irak, Mossad menjalankan operasinya sendiri dan membantai para ilmuwan dan pakar fisika Irak.
Sejak awal tahun 1970, Mossad sudah terlibat di belakang pembunuhan para scientist Irak, ilmuwan, terutama yang berlatar belakang teknologi atom dan nuklir. Pada tahun 1980, Yahya al Meshad, tewas dengan leher nyaris putus di salah satu kamar di sebuah hotel di Paris. Tak selang lama, beberapa bulan kemudian, dua ilmuwan nuklir Irak lainnya, tewas! Penyelidikan yang dilakukan menyimpulkan keduanya meninggal karena keracunan.
Shahram Amiri bukanlah ilmuwan Iran pertama yang mengalami kejadian misterius. Profesor Ardashir Hosseinpour, seorang ilmuwan nuklir senior yang mendukung pengembangan nuklir Iran, 18 Januari 2007 silam, tewas terbunuh. Dan dibutuhkan waktu sekitar satu minggu, sampai akhirnya pemerintahan Iran menyiarkan berita kematiannya.
Sampai hari ini, kematiannya masih menyisakan misteri. Sebuah laporan dari seorang agen intelijen Amerika yang dirilis di startfor.com, disebutkan bahwa Mossad berada di balik kematian Profesor Ardashir Hosseinpour. Tapi dalam berita resmi, Prof. Hosseinpour diberitakan ia meninggal karena keracunan radioaktif. Namun Startfor meyakini, bahwa Prof. Hosseinpour sudah lama menjadi target bunuh dari Mossad yang mengincarnya. Startfor juga memberitakan, bahwa dalam serangan yang menewaskan Prof. Hosseinpour, ada beberapa orang lain yang turut terluka. Tapi yang tewas hanya Prof. Hosseinpour saja saat operasi Mossad berlangsung di Isfahan.
Prof. Hosseinpour yang baru berumur 45 tahun itu adalah ilmuwan yang bertanggung jawab pada segala urusan yang berkaitan dengan komponen elektromagnetis dalam proyek pengembangan nuklir Iran. Hosseinpour selain bekerja sebagai ilmuwan dalam proyek nuklir Iran, ia juga tercatat sebagai pengajar di Isfahan Malek Ashtar University of Technology. Sebelum kematiannya, rektor di mana Prof. Hosseinpour mengajar, Mahdi Najad Nuri, menyerahkan nama-nama ilmuwan yang terlibat dalam proyek pengayaan nuklir Iran kepada Dewan Keamanan PBB.
Dan bisa jadi, dari daftar nama inilah bermula operasi Mossad yang akhirnya mengakhiri nyawa Hosseinpour. Tidak menutup kemungkinan Mossad akan melakukan operasi-operasi yang sama dengan target ilmuwan dan para pakar yang terlibat dalam program pengayaan nuklir Iran. (Herry Nurdi)
( Halaman sabili)
Bulan Juni silam, seorang lelaki biasa dari Iran, menunaikan ibadah umrah di Masjidil Haram. Tak berbeda, lelaki itu seperti para lelaki Iran umumnya yang banyak datang untuk melaksanakan ibadah umrah. Tapi rupanya, dia adalah seorang yang sangat penting dan vital bagi Iran. Lelaki itu, satu di antara ilmuwan penting yang terlibat dalam pengembangan teknologi nuklir di Iran. Namanya, Shahram Amiri, dan sejak melaksanakan umrah dia raib bak di telan bumi. Tak ada kabar rimbanya. Hilangnya Amiri, kini menjadi skandal internasional yang dituntut untuk segera diselesaikan.
Beberapa bulan setelah hilangnya Amiri, tepatnya pada bulan September, muncul pemberitaan besar. Bahwa di kota Qom, Iran sedang mengembangkan fasilitas teknologi nuklir. Badan Atom Dunia (IAEA) yang dipimpin oleh Mohammad el Baradei mengungkapkan, fasilitas nuklir yang dibangun di dekat kota Qom, dan terletak di dalam sebuah gunung, 160 km ke arah Selatan kota Teheran. Konon, fasilitas ini oleh Presiden Mahmoud Ahmadinejad diberi nama Miskat, yang berarti lentera.
Penjelasan resmi Amerika Serikat tentang fasilitas nuklir Iran yang dibangun di dalam gunung ini dijelaskan, didapat melalui berbagai sumber intelijen, dan sebagian besar adalah satelit mata-mata. Tapi tak dijelaskan lebih detil, apakah sumber intelijen yang beragam tersebut termasuk agen-agen yang ada di lapangan atau tidak.
Tak terlalu susah menghubungkan terkuaknya fasilitas nuklir ini dengan hilangnya, Shahram Amiri yang tengah melakukan ibadah umrah di Arab Saudi. Banyak kalangan pemerhati masalah nuklir dunia percaya, Amiri bukan menghilang begitu saja. Ilmuwan nuklir Iran ini telah diculik dan dihilangkan dengan sengaja.
Menteri Luar Negeri Iran, telah mengeluarkan statemen yang sangat keras, menuding Amerika Serikat berada di balik peristiwa hilangnya sang ilmuwan yang aktif dalam program dan memiliki hubungan khusus dengan petinggi militer Iran.
Menteri Luar Negeri Iran, Manouchehr Mottaki, mengadukan hilangnya ilmuwan nuklirnya saat umrah kepada Perserikatan Bangsa-bangsa.
Kontan saja Amerika Serikat menolak tudingan Mottaki. Statemen Menteri Luar Negeri Iran tersebut, dikatakan sebagai pernyataan yang tidak berdasar. Jeffrey D Feltman, asisten sekretaris Biro Urusan Timur Dekat Amerika Serikat, di Dubai membantah pernyataan Mottaki.
“Kami tak tahu apapun tentang person yang dimaksudkan. Amerika Serikat sama sekali tidak terlibat dan kami berharap bahwa Iran membuat pernyataan-pernyataan yang tanpa berbasiskan fakta,” ujar Feltman kepada wartawan di Dubai. Dalam jumpa persnya, Feltman mengatakan bahwa Amerika Serikat akan meyakinkan negara-negara Teluk bahwa, negaranya tidak terlibat atas hilangnya ilmuwan nuklir Iran tersebut.
Selain menuding Amerika Serikat terlibat, Iran juga meminta pemerintahan Arab Saudi memberikan jawaban atas hilangnya sang ilmuwan. Tapi sampai hari ini, belum ada jawaban dan penjelasan yang diberikan oleh pemerintahan Arab Saudi. Di Teheran, hampir setiap hari keluarga Shahram Amiri menggelar demonstrasi di depan Kedutaan Arab Saudi. Tuntutan yang disampaikan adalah, Arab Saudi memberikan penjelasan atas peristiwa ini.
Jurubicara Kementerian Luar Negeri Iran, Hasan Qashqavi menerangkan, sampai berita ini diturunkan, belum ada kiriman jawaban dari Arab Saudi atas pertanyaan Iran. Maka jangan disalahkan jika muncul desas-desus, bahwa Arab Saudi juga terlibat atas hilangnya Shahram Amiri. Setidaknya, pemerintahan Arab Saudi sebagai penjaga dua kota suci diminta untuk menjamin keselamatan orang-orang yang sedang melaksanakan ibadah umrah di Makkah al Mukaramah.
Namun berkembang juga rumor, hilangnya Amiri karena motiv pembelotan sang ilmuwan. Meir Javedanfar, seorang analis Timur Tengah yang berbasis di Israel, mengajukan teori Amiri berniat menawar dan menjual informasi nuklir Iran pada dunia Barat, wabil khusus Amerika. Pemilihan waktu ibadah umrah sengaja dipilih agar, pemerintahan Arab Saudi bisa dipersalahkan atas hilangnya ilmuwan yang mengetahui seluk beluk pembangunan fasilitas nuklir iran ini.
Shahram Amiri adalah ilmuwan peneliti nuklir di Malek Ashtar University. Sebuah universitas yang disebut oleh PBB dikenalikan oleh pasukan Garda Revolusi Iran. Pada 31 Mei 2009, melakukan perjalanan umrah ke Makkah. Kontak terakhir dengan istrinya, dilakukannya dari Madinah pada 3 Juni 2009. Dalam perbincangan di telepon, Amiri menceritakannya pengalamannya ditanyai cukup detil oleh pihak keamanan bandara Arab Saudi ketika masuk ke negara tersebut. “Dia ditanyai lebih dari penumpang-penumpang lainnya,” ujar sang istri seperti dikutip kantor berita Iran, ISNA. Setelah itu, Amiri hilang, seperti raib ditelan bumi.
Belajar dari Perang Irak
“Arab Saudi turut bertanggung jawab atas situasi ini, dan kami menduga Amerika Serikat terlibat dalam penangkapannya,” tandas Menlu Iran, Mottaki. Meski sampai hari ini, semua yang dinyatakan Iran dianggap masih spekulasi, namun tuduhan tersebut bukan tanpa pengalaman.
Belajar dari Perang Irak 2003, terjadi kasus besar penghilangan, bahkan pembunuhan atas intelektual dan ilmuwan Irak. Dr Ismail Jalili, salah seorang ilmuwan Irak pernah memaparkan kondisi dan situasi buruk yang menimpa para ilmuwan Irak. Presentasi ini dibuat oleh Dr. Jalili dalam acara Madrid International on the Assissinations of Iraqi Academics pada 23 sampai 24 April 2006 silam.
Bahkan dalam presentasinya Dr. Jalili menerangkan, pembunuhan tidak saja terjadi pada para akademikus, ilmuwan dan profesor yang menjadi target. Tapi operasi Mossad ini juga membunuh anggota keluarga yang bersangkutan dan tidak termasuk dalam studi yang dipaparkan dalam konferensi di Madrid tersebut. Hingga hari ini operasi pembunuhan para intelektual masih terus berlangsung tanpa ada perhatian dari dunia internasional.
Pada pekan terakhir bulan April 2006, Dr. Jalili menerangkan, di Mosul ada kampanye besar-besaran yang entah diorganisasi oleh siapa, dalam demonstrasi para demonstran menuntut agar para doktor, ilmuwan dan para pakar untuk meninggalkan Irak. Padahal, sebelum invasi ke Irak yang dilakukan oleh Amerika, hal ini belum pernah terjadi.
Tak hanya pembunuhan dan pengusiran, para ilmuwan yang dianggap netral pun mengalami tekanan yang tidak kalah beratnya. Mereka diculik, disiksa dan diancam agar tidak mengikuti kegiatan dan kelompok agama manapun. Dalam presentasinya Jalili meminta agar UNESCO melakukan tindakan dan melindungi nasib para intelektual dan para profesional. Komisi Tinggi Hak Asasi Manusia Internasional juga diminta untuk melakukan intervensi.
Nasib yang diterima oleh para intelektual dan scientist tak banyak menjadi perhatian, termasuk oleh media, baik nasional maupun internasional. Jalili mengimbau agar bantuan segera diberikan, jika tidak, hidup para intelektual ini akan terancam dan keberlangsungan pendidikan di Irak pun, juga akan terancam.
Dalam sebuah laporan yang ditulis oleh Aljazeera, setidaknya Mossad bertanggung jawab atas kematian 530 ilmuwan Irak yang juga terlibat dalam rencana pembangunan senjata nuklir di negeri 1001 malam. Menumpang invasi militer Amerika di Irak, Mossad menjalankan operasinya sendiri dan membantai para ilmuwan dan pakar fisika Irak.
Sejak awal tahun 1970, Mossad sudah terlibat di belakang pembunuhan para scientist Irak, ilmuwan, terutama yang berlatar belakang teknologi atom dan nuklir. Pada tahun 1980, Yahya al Meshad, tewas dengan leher nyaris putus di salah satu kamar di sebuah hotel di Paris. Tak selang lama, beberapa bulan kemudian, dua ilmuwan nuklir Irak lainnya, tewas! Penyelidikan yang dilakukan menyimpulkan keduanya meninggal karena keracunan.
Shahram Amiri bukanlah ilmuwan Iran pertama yang mengalami kejadian misterius. Profesor Ardashir Hosseinpour, seorang ilmuwan nuklir senior yang mendukung pengembangan nuklir Iran, 18 Januari 2007 silam, tewas terbunuh. Dan dibutuhkan waktu sekitar satu minggu, sampai akhirnya pemerintahan Iran menyiarkan berita kematiannya.
Sampai hari ini, kematiannya masih menyisakan misteri. Sebuah laporan dari seorang agen intelijen Amerika yang dirilis di startfor.com, disebutkan bahwa Mossad berada di balik kematian Profesor Ardashir Hosseinpour. Tapi dalam berita resmi, Prof. Hosseinpour diberitakan ia meninggal karena keracunan radioaktif. Namun Startfor meyakini, bahwa Prof. Hosseinpour sudah lama menjadi target bunuh dari Mossad yang mengincarnya. Startfor juga memberitakan, bahwa dalam serangan yang menewaskan Prof. Hosseinpour, ada beberapa orang lain yang turut terluka. Tapi yang tewas hanya Prof. Hosseinpour saja saat operasi Mossad berlangsung di Isfahan.
Prof. Hosseinpour yang baru berumur 45 tahun itu adalah ilmuwan yang bertanggung jawab pada segala urusan yang berkaitan dengan komponen elektromagnetis dalam proyek pengembangan nuklir Iran. Hosseinpour selain bekerja sebagai ilmuwan dalam proyek nuklir Iran, ia juga tercatat sebagai pengajar di Isfahan Malek Ashtar University of Technology. Sebelum kematiannya, rektor di mana Prof. Hosseinpour mengajar, Mahdi Najad Nuri, menyerahkan nama-nama ilmuwan yang terlibat dalam proyek pengayaan nuklir Iran kepada Dewan Keamanan PBB.
Dan bisa jadi, dari daftar nama inilah bermula operasi Mossad yang akhirnya mengakhiri nyawa Hosseinpour. Tidak menutup kemungkinan Mossad akan melakukan operasi-operasi yang sama dengan target ilmuwan dan para pakar yang terlibat dalam program pengayaan nuklir Iran. (Herry Nurdi)
( Halaman sabili)
Subscribe to:
Posts (Atom)